Kamis, 04 November 2010

KA Parahyangan, Sang Legendaris Pun Harus Berhenti

KA.Parahyangan di tikungan Tiber
27 April 2010, PT Keretapi Indonesia  memutuskan untuk menghentikan operasional kereta api legendaris di Indonesia, khususnya bagi pelaku komuter Jakarta-Bandung,  yaitu KA Parahyangan.
Banyak kisah, cerita bersama dengan nyaris 40 tahun beroperasinya kereta yang sempat jadi kereta  “menak” di tahun 1980-an tsb.  Saya mencari berbagai macam situs berita on line dan situs tentang perkerataapian di Indonesia khususnya tentang KA Parahyangan ini. Banyak kisah mulai yang mengembirakan, yang lucu sampai mengharukan


Beberapa orang ada yang merasa aneh dengan “gegernya” berita tentang penghentian operasinya KA Parahyangan ini. Benar, memang, bagi orang-orang yang tidak pernah merasakan pengalaman naik KA Parahyangan, tentu akan sukar memahami perilaku para pecinta KA ini.  Perilaku yang dari normal-normal saja sampai yang ajaib. Maka, saya merasa perlu membuat artikel ini dengan sedikit menyisipkan kenangan saya sebagai salah satu pengguna moda transportasi ini. Sekalian untuk mengenang jasa-jasa KA Parahyangan dalam beberapa episode kehidupan saya.


 Sebelum saya kisahkan sedikit pengalaman saya, ada baiknya perlu dimulai sedikit dari kisah si KA legendaris ini.  Sebelum bernama KA Parahyangan, oleh pemerintah kolonial Belanda pada sebelum kemerderkaan RI, jalur kereta api yang menyusuri Tatar Priangan Barat dari Bandung menuju Jakarta untuk mengangkut hasil bumi, dioperasikan kereta pengangkut yang bernama KA Vlugge Vier.


Kontur tanah yang berbukit dan berlembah membuat moda kereta api menjadi angkutan yang efisien pada saat itu., untuk membawa kina dan teh dari Preanger Planters yang memang banyak dibuka di wilayah Priangan bagian barat.
Kemudian dengan menggunakan jalur kereta api eks jalurnya Vlugge Vier, Pemerintah RI lewat PNKA saat itu, memulai dioperasikannya kereta api khusus bernama KA Parahijangan, yang akhirnya disesuaikan ejaannya menjadi KA Parahyangan. Dioperasikan pertama kali pada 31 Juli 1971. Menurut berbagai situs tentang perkeretaapian di Indonesia, KA Parahijangan adalah kereta api pertama kali di Indonesia yang gunakan Lokomotif diesel CC 200 buatan General Electric . co, USA.

Saya masih ingat masa ketika saya masih bisa menaiki KA Parahyangan yang gerbongnya di bagian luar masih bercat merah, loko tsb bercat kuning dan hijau dengan gambar seperti burung elang dengan sayap yang panjang membentang dari tengah ke samping, di bagian depan lokonya.
KA.Parahyangan (1990-2000)
Sejak dioperasikan, KA Parahyangan ini sempat menjadi salah satu alat untuk menunjukkan status sosial penggunanya. Pada 1980-an. KA Parahyangan ini mampu menempuh jarak 173 KM dari Bandung ke Jakarta hanya dengan waktu tempuh 2 jam saja. Maka, pada saat itu, naik KA Parahyangan bisa dikatakan menaikan gengsi, privilese.
Selain masalah kecepatan waktu, jalur kereta api yang melewati Priangan Barat menawarkan pemandangan indah a la mooi indie. Melalui tiga jembatan, salah satunya Jembatan Cikubang, penumpang bisa melihat ke a rah lembah, ada kota Purwakarta dan Cikampek. Melewati satu terowongan yang bernama Terowongan Sasaksaat, sepanjang 950 meter, sekira 1 menit kereta berjalan melaluinya. Pemandangan indah sesaat lenyap, hanya ada kegelapan dan suara gemuruh roda kereta bergemuruh beradu dengan rel.

Tidak lupa dan tidak ketinggalan, salah satu ciri khas KA Parahyangan adalah Nasi Gorengnya. Para penumpang umumnya menyantap Nasi Goreng ini ditemani minum Teh Manis panas. Sebetulnya rasa Nasi Goreng dari dapur restorka KA parahyangan ini, biasa saja. Standar. Tetapi manakala menikmati Nasi Goreng di dalam gerbong kereta dengan disuguhi pemandangan alam indah, mungkin inilah sensasi rasa enaknya Nasi Goreng Parahyangan itu berasal.
Saya sendiri pernah beberapa kali mencicipi Nasi Goreng ini ketika saya memang tidak membawa bekal atau lapar karena belum sempat menyantap makan ketika naik kereta ini. Karena rasanya yang standar saja di lidah saya, maka saya hentikan membeli Nasi Goreng ini dan hanya sesekali membeli Teh Tawar panas atau Kopi Susu panas.


CC 20177 with.KA Parahyangan

Saya tidak ingat persis kapan tepatnya gerbong KA Parahyangan berganti cat menjadi krem kemudian seperti sekarang ini yang bercat putih. Yang saya ingat adalah ketika gerbongnya masih bercat merah, interior di bagian dalamnya dilengkap dengan kipas angin biasa, dan toiletnya juga lebih sering tidak bersih.  Jendelanya yang bagian atas, bisa dibuka dengan putaran. Sehingga penumpang bisa merasakan angin pegunungan Priangan Barat yang sejuk sampai membikin ngantuk.  Karenanya perjalanan pulang Jakarta-Gambir ke Bandung akan tetap menyenangkan meski tidak ada AC. Kesejukan Priangan Barat menjadi pengganti AC.
Sedikit perbaikan ketika gerbong diremajakan. Toilet kondisinya lebih baik. Tetapi rasanya masih kurang bersih, jadi saya harus selalu bawa kertas tissue sendiri untuk digunakan saat gunakan toilet duduk di dalam gerbong.  Di gerbong kelas bisnis, pendingin ruangannya tetap menggunakan kipas angin di langit-langit gerbong selain PT KA menambahkan beberapa gerbong kelas eksekutif yang ber-AC, dengan jendela besar yang tentu saja tidak bisa dibuka, dan semua gerbongnya kelas eksekutif, sudah diberi peredam kejut untuk meredam guncangan saat roda-roda gerbong menggilas sambungan rel.

Add caption


Tempat duduknya juga dimodifikasi dengan mode reclining seat, berpelapis beludru bercorak. Kain beludru pelapisnya produksi perusahaan tekstil dalam negeri. Masih dalam ingatan saya juga ketika pertama kalinya KA Parahyangan memiliki gerbong eksekutif, setiap penumpang kelas eksekutif diberikan satu kotak kardus kecil berisi sepotong roti, saepotong kue dan segelas air minum mineral. Pelayanan ini menghilang termasuk menghilang juga di seluruh gerbong kereta eksekutif lainnya, seiring dengan kebijakan PT KA menurunkan tarif kereta untuk menjaring banyak penumpang
Dari KA Parahyangan inilah sejak kecil saya mengenal bunyi-bunyi khas yang mengiringi keberangkatan suaru rangkain kereta. Dimulai dari  bunyi ting tong teng tong…tong tang ting tong, khas stasiun yang menyudahi pengumuman keberangkatan kereta, peluit panjang yang ditiup PPKA (Pemimpin Perjalanan Kereta Api), disambut dengan bunyi klakson kereta oleh Pak Masinis dan tentu saja tidak lupa, suara roda kereta beradu dengan rel berbunyi : jrekk, jrekk, drunggg, drunggg…., berulang-ulang dan baru akan ada suara bergemuruh, ketika kereta melewati jembatan.

CC 20166 with KA.Parahyangan (PJKA)



BB 30151 with. KA.Parahyangan
Namun mungkin saya tidaklah terlalu merasa kehilangan berat seperti halnya para pecinta kereta ini, yang rata-rata memang komuter. Kita bisa membaca dari berbagai situs berita di Tanah Air, mengenai rasa sentimental para pecinta KA Parahyangan ini, di perjalanan terakhirnya Senin, 26 April 2010 lalu.
Ada yang ketemu jodoh di situ, ada cerita seorang pramugara sempat naksir seorang penumpangnya. Awak kabin kereta yang kenal dengan beberapa penumpang setia sampai ibarat seperti punya keluarga. Ada cerita perjuangan cinta seorang pemimpin perusahaan yang menyerahkan satu seserahannya berupa sekotak tisu KA Parahyangan.  Kabarnya semasa sejak perkenalan sehingga mesti bolak-balik Jakarta-Bandung dengan kereta tsb, tisunya selalu dikumpulkan sebagai bukti cintanya kepada sang gadis pujaan sampai berhasil jadi istrinya.
Ada kisah perjuangan ketika beberapa mahasiswa selesai kuliah berjuang ke Jakarta mencari kerja menumpang kereta ini, atau perjuangan komuter bagi yang bekerja di Jakarta tetapi keluarga tinggal di Bandung. Ada juga yang mengharukan, dari seorang penumpang setia yang mengumpulkan seluruh tiket KA Parahyangan sejak masih berupa lembaran karton yang kecil kira-kira jempol orang dewasa sampai tiket terakhir berupa lembaran kertas dicetak dengan printer dot matrix dan ditandatangani masinisnya pada perjalanan terakhir 26 April 2010 lalu.
Lalu, apanya, sih, yang membuat KA Parahyangan ini serasa istimewa? Karena harga tiketnya yang terjangkau bagi kantong masyarakat banyak. Dengan harga terakhir yang hanya Rp 30 ribu, seseorang sudah bisa pergi dari sekali jalan dari Bandung ke Jakarta atau sebaliknya.




Kemudian, jalur kereta api selalu bebas dari macet meski tidak menjamin KA akan tiba dan berangkat tepat waktu. Meski waktu tempuhnya menjadi 3,5 jam, lebih lama daripada waktu tempuh travel via tol yang hanya 2 jam, tetapi buat sebagian masyarakat, KA Parahyangan itu ibarat penolong. Sayang sekali “sang penolong” ini akhirnya harus menyerah melawan situasi zaman.  Banyak penumpang setianya yang beralih ke travel sejak Tol Cipularang dibuka pada 2005. Pelayanan travel yang memungkinkan point to point tertentu bahkan door to door, menyebabkan KA Parahyangan mulai kehilangan penumpangnya kecuali saat akhir pekan dan saat –saat libur hari raya. PT KAI merugi sampai Rp 36 miliar dengan situasi KA Parahyangan yang sekarat seperti itu.
Sepertinya pemerintah juga tidak ada kehendak untuk menyelamatkan operasional kereta ini, yang tentu saja jauh lebih ramah lingkungan daripada pakai travel dengan armada mobilnya yang banyak. Maka keputusan tragispun harus segera dieksekusi : KA Parahyangan harus dihentikan!
Saya dapat memaklumi keputusan sulit yang diambil PT KAI. Bagaimanapun mengoperasikan moda transportasi yang merugi bisa membebani kelangsungan hidup PT KAI, dan ini dapat mempengaruhi pemeliharaan KA-KA lainnya.
Tetapi dengan dihapuskannya KA Parahyangan ini, juga menjadi bukti bahwa pemerintah negeri ini mengabaikan penyediaan moda transportasi murah yang merakyat.  Sisi lainnya lagi, pengusaha travel diuntungkan dengna berakhirnya operasional KA Parahyangan. Ironis, memang, tetapi mau apa lagi? Kiranya dengan dihapuskannya KA Parahyangan yang legendaris ini, tidak menular ke KA-KA lainnya. Andai saja KA legendaries ini tetap bisa dioperasikan hanya dengan mengurangi frekuensinya atau dialihkan menjadi kereta khusus wisata.
BB 30406 with.KA.Parahyangan di zaman PJKA
Berita terakhir, sebagian gerbong eks KA Parahyangan dibuat rangkaian kereta baru rute baru, KA Malabar namanya, rute Bandung-Malang pp. Dan gerbong kelas bisnisnya dirangkaikan dengan KA Argo Gede rute Bandung-Jakarta pp, sehingga nama keretanya sekarang jadi Argo Parahyangan. Ya, setidaknya Parahyangan tidaklah benar-benar mati. Tapi tentu saja tarif Parahyangan yang ini tidak akan sama lagi dengan tarif KA Parahyangan yang telah dihentikan.
Jika seorang penggemarnya mengatakan “ Selamat tinggal keretaku Parahyangan.”,  maka saya pribadi lebih suka mengatakan, “ Sampai jumpa lagi di lain operasional. “
KA Parahyangan, karyamu akan terus dikenang sebagai sejarah indah yang pernah digoreskan dalam perjalanan perkeretaapian di negeri ini. Sedih rasanya engkau yang harus dikorbankan mengingat jasamu yang teramat besar. Kami yang tumbuh bersamamu, merasa amat kehilangan.

Sejarah KRL Comuter Divisi JABODETABEK (Jakarta,Bogor Depok,Tangerang Bekasi)

KRL Pertama di Indonesia (Bon-Bon)
  PT KAI Commuter Jabodetabek adalah salah satu anak perusahaan di lingkungan PT Kereta Api (Persero) yang dibentuk sesuai dengan Inpres No. 5 tahun 2008 dan Surat Menneg BUMN No. S-653/MBU/2008 tanggal 12 Agustus 2008.
 Pembentukan anak perusahaan ini berawal dari keinginan para stakeholdernya untuk lebih fokus dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dan menjadi bagian dari solusi permasalahan transportasi perkotaan yang semakin kompleks.


PT KAI Commuter Jabodetabek ini akhirnya resmi menjadi anak perusahaan PT Kereta Api (Persero) sejak tanggal 15 September 2008 yaitu sesuai dengan Akte Pendirian No. 415 Notaris Tn. Ilmiawan Dekrit, S.H.
KRL Rheos Stainl
Kehadiran PT KAI Commuter Jabodetabek dalam industri jasa angkutan KA Commuter bukanlah kehadiran yang tiba-tiba, tetapi merupakan proses pemikiran dan persiapan yang cukup panjang. Di mulai dengan pembentukan Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek oleh induknya PT Kereta Api (Persero), yang memisahkan dirinya dari saudara tuanya PT Kereta Api (Persero) Daop 1 Jakarta. Setelah pemisahan ini, pelayanan KRL di wilayah Jabotabek berada di bawah PT Kereta Api (Persero) Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek dan pelayanan KA jarak jauh yang beroperasi di wilayah Jabodetabek berada di bawah PT Kereta Api (Persero) Daop 1 Jakarta.



KRL Holec
Dan akhirnya PT Kereta Api (Persero) Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek berubah menjadi sebuah perseroan terbatas, PT KAI Commuter Jabodetabek. Setelah menjadi perseroan terbatas perusahaan ini mendapatkan izin usaha No. KP 51 Tahun 2009 dan izin operasi penyelenggara sarana perkeretaapian No. KP 53 Tahun 2009 yang semuanya dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia.
Tugas pokok perusahaan yang baru ini adalah menyelenggarakan pengusahaan pelayanan jasa angkutan kereta api komuter (untuk selanjutnya disebut ”Commuter” saja) dengan menggunakan sarana Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang (Serpong) dan Bekasi (Jabodetabek) serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan penumpang.

Rabu, 03 November 2010

Berburu Kereta Bersejarah



Komunitas ini berupaya melestarikan dan menyelamatkan aset kereta api dan segala macam perlengkapannya yang sarat dengan nilai sejarah.

Program mereka di antaranya merestorasi dan merevitalisasi lokomotif dan jalur kereta api. Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) merupakan sebuah komunitas yang anggotanya berasal dari berbagai profesi.

Sesuai namanya, memang anggota komunitas ini memiliki kepedulian terhadap sejarah perkeretaapian nasional. Dan kepedulian itu tumbuh karena kecintaannya akan kereta api (KA).

Trisilo Harsono, 47 tahun, misalnya, menjadi anggota IPRS lantaran jatuh cinta menumpang KA sejak masih belia.

Warga Bandung ini mengenang sang ayah sering mengajaknya naik KA saat duduk di bangku SD. “Kebetulan ayah saya bekerja di PT KA (PT Kereta Api),” ucap Tri.

Dia menambahkan KA memunyai keunikan, mulai dari bentuk fisik sampai kecepatannya. Tri berkata selalu ada sensasi yang tak terlupakan setiap kali menumpang KA.

“Naik kereta api bisa menghilangkan stres, karena tidak terjebak macet,” jelas dia. Hal senada diungkap Pura Krisnamurti, anggota IRPS lainnya.

Pura menggemari KA sejak dirinya bolak-balik Bandung-Jakarta pada 1996-1997. Waktu itu dia bekerja di salah satu gedung perkantoran dekat kawasan Thamrin, Jakarta Pusat.

Jaraknya hanya selemparan batu dari Stasiun Gambir. Dia mengatakan waktu masih bekerja di Jakarta harus segera standby di Stasiun Bandung pada pukul lima.

Maklum, dia tidak ingin kehabisan tiket atau ketinggalan kereta api. Alasan serupa dikemukakan pula oleh Aswin, 30 tahun. Menurut Aswin, dirinya naik KA, khususnya Parahyangan, sejak 1998 saat masih kuliah di Bandung.

Aswin mengaku sangat menyukai moda transportasi yang satu ini karena bisa melihat pemandangan alam elok nan sedap dipandang mata. “Juga cepat serta murah,” tutur Aswin.

Karena kelebihan tersebut, sebagian besar orang menganggap KA bukan saja moda transportasi darat yang tidak bermakna.

Di mata anggota IRPS, KA bernilai sejarah dan memiliki fungsi sosial. Betapa tidak, Tri contohnya, bisa berkenalan dengan banyak orang gara-gara sering menumpang KA. Selain itu, anggota IRPS menilai KA menjadi bukti historis bangsa Indonesia.

Karena itu, IRPS terus berupaya merawat, merestorasi, dan merevitalisasi semua hal yang berkaitan dengan KA.

Namun, pada dasarnya, kehadiran IRPS berawal dari sejumlah orang yang tergabung dalam mailing list kerata api.

Mereka merupakan sekelompok pencinta kereta api yang sangat prihatin terhadap kondisi lokomotif atau gerbong KA yang teronggok begitu saja di sejumlah daerah. Misalnya lokomotif bernomor CC200 yang tidak terurus di Depot Kereta Cirebon pada 2001. Si kuda besi yang digerakkan mesin diesel ini sarat dengan nilai sejarah. 


Apalagi CC200 merupakan lokomotif mesin diesel pertama di Tanah Air yang didatangkan oleh Djawatan Kereta Api (sekarang PT KA) dari AS pada 1953-1954.

Setelah ditelusuri, para pelestari KA ini berhasil menemukan tiga lokomotif lainnya yang teronggok di depot tersebut, yakni CC200 08, CC200 09, dan CC200 15.

Kondisinya memprihatinkan, catnya terkelupas atau berkarat. Akhirnya, mereka pun sepakat untuk merestorasi lokomotif buatan General Electric ini.

Setelah menemukan “harta karun” tersebut, mereka melakukan diskusi maraton untuk merencanakan perbaikan lokomotif tersebut.

Mereka pun meluncurkan proposal bertajuk Friends of CC200 pada Oktober 2001 guna menggalang dana untuk memperbaiki lokomotif ini.

Agar program ini sukses, perintis IRPS ini menggandeng Indonesian Railway Modeler Club (IRMC). Tahun berikut, tepatnya Juni 2002, program ini mendapat lampu hijau dari petinggi PT KA.

Keberhasilan ini membuka gerbang bagi pendirian IRPS yang diresmikan pada 25 Juni 2002. Empat bulan berikutnya, IRPS berhasil menyelesaikan restorasi CC200 15.

Lokomotif ini bisa beroperasi kembali sejak Agustus 2003 sebagai lokomotif yang beroperasi mengumpulkan uang dari stasiun kecil (jalur Cirebon-Tanjung Rasa) seperti zaman kolonial Belanda. CC200 15 juga bertugas membawa gaji karyawan PT KA. Kiprah IRPS ini terdengar di telinga petinggi PT KA lainnya.

Karenanya, IRPS dikukuhkan menjadi mitra kerja PT KA sejak Januari 2003. Pengukuhan ini semakin memantapkan langkah IRPS untuk merawat dan merestorasi kereta api yang menjadi bagian sejarah perkeretaapian nasional.

Lantaran demikian, masyarakat umum tertarik menjadi anggota IRPS. Anggotanya nyaris tersebar di 33 provinsi, meliputi Daerah Operasi (Daops) 1-9.

Restorasi KA Tahun-tahun berikutnya, IRPS terus menggalakkan restorasi lokomotif lainnya yang tersebar di pelosok negeri ini. Lokomotif diesel BB200 misalnya, diajukan untuk dipreservasi pada 2006.

Program untuk lokomotif yang berada di Daops 4 (Semarang) ini diberi tajuk Friends of BB200. Tipe ini didatangkan dari AS pada 1957.

Sejumlah kegiatan sejenis terus dilakukan oleh IRPS. Karena anggotanya kerap kali mengunjungi depot-depot KA di penjuru Nusantara. Sebut saja depot kereta di Balai Yasa, Manggarai, Jakarta.

“Kami juga sering mengadakan jelajah jalur rute KA yang non-aktif,” papar Tri. Di samping itu, kegiatan IRPS lainnya adalah menggelar diskusi dan workshop tentang KA.

IRPS sengaja mengundang para akademisi dari berbagai disiplin ilmu, di antaranya sejarawan dan arkeolog.

Salah satu tujuan penyelenggaraan acara tersebut untuk mengeluarkan rekomendasi yang dilanjutkan ke PT KA. Rekomendasi ini bisa menjadi acuan PT KA untuk merevitalisasi KA.

IRPS juga senantiasa menerjunkan tim khusus untuk memburu lokomotif yang tidak terawat di sejumlah tempat.

Mereka berupaya mengindentifikasi jejak keberadaan lokomotif beserta sejarahnya yang pernah digunakan pada zaman kolonial.

Karena itu, IRPS menjalin komunikasi dengan PT KA, Homme Heringa of Bureau Spoorbouwmeester, dan Ben de Vries of Netherlands Cultural Heritage Agency.

Kedua lembaga tersebut berasal dari Negeri Kincir Angin. IRPS dan ketiga lembaga tersebut menjalin jaringan kerja guna mengindentifi kasi stasiun kereta api.

Dari penelusura lapangan dan membaca sumber tertulis, akhirnya IRPS menyimpulkan ada 900 stasiun kereta api per September 2009.

Stasiun tersebut bernilai sejarah karena beroperasi sejak zaman Belanda. Sebagai contoh, IRPS menemukan staisun KA pertama di Indonesia yang dijumpai di kawasan tua di Semarang, Jawa Tengah.

Dua bulan setelah melakukan penelusuran dan penelitian secara mendalam, IRPS berhasil mengidentifikasi bahwa stasiun ini merupakan stasiun KA pertama di Indonesia.

Stasiun tersebut bernama Stasiun Samarang NIS yang berada sekitar dua km arah timur laut dari Stasiun Tawang saat ini. Lokasinya berada di pinggir Jalan Ronggowarsito.

Temuan itu berhasil menjelaskan kembali situs stasiun bersejarah di Indonesia yang sempat dinyatakan hilang.

Rute KA dari Stasiun Samarang NIS hingga Stasiun Tanggung yang berjarak sekitar 25 km, merupakan rute pertama KA yang dijalankan di Indonesia pada 1867.

Begitu Stasiun Tawang dibangun pada 1914, Stasiun Samarang NIS tak berfungsi lagi. Bagi masyarakat yang ingin berkontribusi merekonstruksi sejarah KA nasional, bisa bergabung di IRPS.

Untuk menjadi anggota IRPS hanya dipungut iuran tahunan sebesar 50 ribu rupiah. Setiap anggota akan mendapatkan kartu keanggotaan IRPS.

Keuntungan menjadi anggota adalah bisa berpartisipasi pada setiap program dan acara yang dihelat IRPS.

Sejarah Perkereta Apian Indonesia


Sejarah perkeretaapian di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jumat tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda, Mr. LA.J Baron Sloet Van den  Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867






Selain di Jawa, pembangunan rel KA juga dilakukan di KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886),Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawasi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 juli 1923, sisanya Ujung pandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan diKalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak-Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan Jalan Kereta Api.











   Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA di sana.
Jenis jalan rel KA di Indonesia dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah-Cikara dan 220 km antara Muaro-Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro - Pekanbaru.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan KA yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta Api Republik Indonesia" (DKARI).


"AMKA (Angkatan Muda Kereta Api), DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia), PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api), PERUMKA (Perusahaan Umum Kerata Api), PT.KAI (Perseroan Terbatas.Kereta Api Indonesia) PERSERO."

Senin, 01 November 2010

Bang Tedi Asal Karawang (Lokomotif series TD1002)

    "BANG TEDI",demikian nama populer lokomotif berjenis TD1002. Kata "BA" diambil dari lokasi akhirnya setelah pensiun kata "NG" diambil dari nama lintasan lokomotif ini ketika masih aktif berdinas pada zaman DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia),sedangkan Tedi merupakan pengucapan dari kode seri Huruf Lokomotif ini yaitu "TD".



     Bang Tedi diresmikan menjadi monumen lokomotif uap di halamn Kantor Pusat PT.KA di Bandung-Jawa Barat bertepatan dengan hari ulang tahun Kereta Api pada tanggal 28 September 2009 lalu. Yang meresmikan adalah Komisaris Utama PT.KAI "Budhi Mulyawan" serta Dirut PT.KAI "Ignasius Jonan".

Total, sekitar 2,5 bulan waktu untuk mempersiapkan lokomotif ini menjadi monumen di kantor pusat,termasuk pengangkutan dari Dipo Induk Lokomotif Tanah Abang (THB) ke Bandung (BD). Menurut Jonan pada saat peresmian, selain menambah indahnya kantor pusat , pemonumenan TD1002 juga dalam rangka melestarikan peninggalan bersejarah.

     Lokomotif buatan Wekspoor tahun 1926 iniadalah lokomotif dengan lebar sepur sempit berukuran lebar 600mm. Karena itulah ketika masa aktif, ia hanya ber-operasi di rel selebar 600mm,antara Rengasdengklok-Karawang-Wadas-Cikampek-Cilamaya (Jawa Barat). Dioperasikan oleh Staats Spoorwegen (SS) untuk mengangkut hasil bumi,perdagangan, dan penumpang. Masyarakat Karawang mengenalnya dengan sebutan nama Kereta si Cemet.

    Sayang kini rel selebar 600mm tidak lagi dapat kita temui di lintasan ini. Seiring dengan hilangnya jalur lintasannya Si Cemet alias Bang Tedi pun Pensiun dan terkapar / mangkrak di Dipo Induk Lokomotif Karawang, sebelum direlokasikan di Dipo Induk Lokomotif  Tanah Abang (THB) dan di kantor Pusat, di Tanah Abang (THB) kabarnya Bang Tedi masih berjasa karena di fungsikan sebagai pompa air.

Heritage Stasiun Bandung (BD) (DAOP II BD)

    Stasiun Bandung (BD) Kawung atau Stasiun Hall,begitu nama yang dikenal masyarakat dari stasiun terbesar  di kota berhawa sejuk ini . Sedangkan nama aslinya adalah "BANDUNG". Stasiun yang memiliki dua pintu,utara dan selatan,seolah tak pernah sepi lalu-lalang penumpang khususnya emplasemen stasiun bagian selatan. Sering penumpang duduk meriung di lantai putih peron yang terlihat kinclong.

     Selain Bersih dan nyaman Stasiun yang berdiri sejak tanggal 17 Mei 1884 ini juga calon penumpangnya dimanjakan oleh beberapa fasilitas . Mulai dari resto,factory outlet,Railcafe, TV stasiun, hingga pijat terapi menggunakan kursi pijat berkesan mewah. Pelayanan lain berupa parkir juga cukup aman.

Stasiun Bandung (BD) memiliki 6jalur keberangkatan kereta api dan 4jalur langsiran, sehingga seluruhnya berjumlah 10jalur lintasan. Awalnya arus keluar-masuk ke stasiun Bandung (BD) melalui bangunan lama atau arah utara karena didepan stasiun Bandung merupakan Terminal Bus untuk tujuan Kota-kota di sekitar Bandung atau disebut stasion Hall. Sekarang terminal tersebut telah berubah fungsi menjadi terminal Angkutan Kota (AngKot).

Kulon RailWay's Comunity

   Kulon RailWay's adalah suatu peleburan kumpulan dari RailFans-Edan Sepur Indonesia Comunity yang perkumpulannya terdapat di Jalur Barat DAOP 1 (Daerah Operasional) yang meliputi stasiun-stasiun dari Tn.Abang (THB),Palmerah (PLM),Kebayoran Lama (KBY),Pd.Ranji (PDR),Sudimara (SDM), Serpong (SRP),Cisauk (CSK),Parung Panjang (PRP),-sampai stasiun yang terdapat di ujung pulau Jawa yaitu Merak (MER) Banten.


Nama Kulon RailWay's sendiri diambil dari dua kata Bahasa yang berbeda yaitu Kulon dalam bahasa jawa artinya Barat dan RailWay's dari Bahasa Inggris yang artinya Jalur Rel,dan disatukan  dalam satu bahasa untuk sebuah nama Komunitas yaitu "RailFans Kulon RailWay's comunity" yang artinya "Komunitas Para Pecinta Kereta Api di Jalur Barat ",karena dijalur barat ini sangat banyak sekali RailFans maka pada tanggal,29 Agustus 2010 dibentuklah Komunitas yang bernama "RailFans Kulon RailWay's" yang didirikan oleh Rama "Radiansah Ramadhan Baidilah"seorang pemuda RailFans asal Parung Panjang (PRP)